Telaah Terhadap Efektivitas Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS)

bkn Secara relatif penulis dapat beranggapan bahwa birokrasi di Indonesia adalah birokrasi multi komplikatif. Birokrasi multi komplikatif tidak lain disebabkan karena faktor lemahnya kualitas dari kinerja pegawai negeri sipil di Indonesia, yang notabenenya berperan sebagai ”operator” dari birokrasi tersebut. Presiden juga menyatakan bahwa dirinya enggan menaikkan gaji PNS karena dinilai kurang produktif dengan indikasi pelayanan yang diberikannya dinilai lamban dan berbelit-belit (tapi pada akhirnya Pada Maret 2009 justru Presiden sendiri yang memutuskan bahwa gaji PNS naik sebesar 15%). Birokrasi PNS sebagai birokrasi yang multi komplikatif bukan hanya isu belaka karena hampir 60% PNS bekerja serabutan dan tanpa punya keinginan dan motivasi kuat untuk bekerja secara profesional sebagaimana dinyatakan sendiri oleh mantan Menpan, Feisal Tamim. Menurut Feisal, PNS yang profesional yang bekerja di instansi pemerintah hanya 40% saja.

Beberapa kritikan pedas terhadap kinerja PNS dan sistem birokrasinya hendaknya dapat memacu instansi terkait untuk sesegera mungkin mereformasi manajemen PNS karena data base PNS sudah dimiliki dengan telah selesainya kegiatan sensus kepegawaian melalui Pendaftaran Ulang PNS (PUPNS) tahun 2003. Masyarakat sedang menunggu apa gerakan Menpan selanjutnya untuk memperbaiki citra PNS dan birokrasi yang makin merosot. Apalagi dengan adanya data kuantitatif dalam artikel yang menyatakan bahwa 55% PNS memiliki kinerja yang buruk. Sungguh suatu realita yang ironis.

Ada beberapa usulan untuk merubah birokrasi multi komplikatif menjadi birokrasi yang efektif dan efisien. Di antaranya, pertama, kebijakan zero growth harus segera diganti dengan kebijakan reduction growth. Kedua, kekurangan jumlah PNS di suatu departemen dapat dipenuhi dari departemen lainnya. Ketiga, struktur gaji PNS dibenahi dengan menerapkan merit system. Keempat, penyusunan kriteria dan indikator kinerja untuk masing-masing instansi pemerintah harus segera dilaksanakan dikaitkan dengan Laporan Kinerja Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP), dan terakhir, pejabat yang dipilih untuk jabatan tertentu harus dipertimbangkan kapasitas, kapabilitas, dan kredibilitasnya.

Di Indonesia gaji bukanlah penghasilan karena gaji merupakan upah yang diperoleh seseorang dari pekerjaan “tetapnya”. Sedangkan penghasilan adalah seluruh pendapatan yang dia peroleh dari pendapatan yang pertama (gaji) tadi plus pendapatan-pendapatan lain yang diperoleh dari pekerjaan-pekerjaan tambahan. Dikatakannya juga bahwa besar kecilnya penghasilan PNS sangat bergantung kepada fasilitas dan fasilitas tersebut sangat terkait dan melekat dengan jabatan.

Jadi pernyataan bahwa jabatan itu suatu amanah adalah suatu hal yang bisa dibilang nyaris mustahil dibuktikan dan akal-akalan belaka karena tanpa suatu jabatan sulit dibedakan antara penghasilan seorang dosen bergelar doktor dengan seorang satpam lulusan SLTA. Hal ini menjadi faktor penyebab utama mengapa banyak orang pintar yang menduduki jabatan tertentu di suatu departemen, tetapi hanya bisa mengangguk-angguk sebagai tanda pemberian konfirmasi atas semua usulan atasannya karena takut kehilangan jabatan yang sedang didudukinya. Walaupun hati kecilnya jelas-jelas mengatakan bahwa kebijakan yang diambil atasannya adalah suatu kebijakan yang tidak rasional dan sangat amat memalukan jika harus dikeluarkan dan kemudian dibaca atau dimengerti oleh pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal inilah yang serta merta membuat kinerja pegawai negeri tersebut menjadi cenderung tidak berkualitas, bahkan bisa berdampak pada pegawai-pegawai tingkatan lainnya yang berhubungan.

Kesan takut kehilangan jabatan dapat dimengerti sepenuhnya karena hanya negara Indonesia dari negara-negara yang ada di dunia yang memberikan tunjangan jabatan pejabatnya sebesar 1-4 kali lebih besar dari gaji resminya. Rasa takut kehilangan jabatan inilah yang membuat para doktor dan akademisi sebagai pejabat penting di suatu departemen menjadi gagap dan gugup serta kelihatannya dungu dalam menerapkan dan mengamalkan bidang ilmu yang dikuasainya untuk memperbaiki kekeliruan dalam perumusan suatu kebijakan di instansi tempatnya mengabdi.

Oleh karena itu, untuk mengurangi usaha perburuan jabatan, hendaknya dalam seleksi penetapan pejabat dilakukan secara adil, transparan, dan profesional. Sehingga pejabat terpilih benar-benar mampu (profesional) dan tepat untuk jabatan tersebut. Ciri utama pejabat profesional adalah tidak pernah memiliki rasa takut kehilangan jabatan karena jabatan tersebut bukan segala-galanya. Yang bersangkutan yakin betul dapat hidup dari profesi yang digelutinya. Usulan fit and proper test untuk semua jabatan publik patut dipikirkan karena kenyataannya kasus-kasus suap dan pungli terjadi pada lini paling bawah dengan dalih minta uang rokok/uang lelah.

Dalam Undang-undang 43 Tahun 1999 antara lain dinyatakan bahwa sebagai unsur aparatur negara Pegawai Negeri Sipil harus memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional. Ciri- ciri profesional adalah memiliki wawasan yang luas dan dapat memandang masa depan, memiliki Kompetensi di bidangnya, memiliki jiwa berkompetisi/bersaing secara jujur dan sportif, serta menjunjung tinggi etika profesi.

Dua kata kunci yaitu Kompetensi dan etika Profesi adalah Basic prerequisite dari profesionalisme yang harus ditetapkan landasan dasarnya dalam rangka pembangunan profesionalisme Pegawai Negeri Sipil. Kompetensi adalah sebagai tolok ukur seseorang untuk menduduki jabatan tertentu, sedangkan etika profesi unsur aparatur negara. Oleh karena itu untuk dapat membentuk Pegawai Negeri Sipil yang profesional perlu ditetapkan standar kompetensi jabatan dan kode etik Pegawai Negeri Sipil.

Yang dimaksud dengan kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif, dan efisien. Sedangkan pengertian kompetensi adalah persyaratan kompetensi minimal yang harus dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil dalam pelaksanaan tugas organisasi.

Adapun pengertian kode etik Pegawai Negeri Sipil adalah kewajiban, tanggungjawab, tingkah laku, dan perbuatan sesuai dengan nilai-nilai hakiki profesinya yang dikaitkan dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat serta pandangan hidup Bangsa dan Negara Indonesia.

Sebagai panduan bagi instansi untuk menyusun standar kompetensi melalui Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 telah ditetapkan Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktur Pegawai Negeri Sipil yang pada akhir tahun 2004 seluruh instansi baik Pusat maupun Daerah telah dapat menyelesaikan standar kompetensi jabatan di setiap wilayahnya.

Disamping itu pada saat ini telah dirancang Peraturan Pemerintah mengenai kode etik Pegawai Negeri Sipil yang pada hakikatnya mengatur tentang nilai-nilai perilaku kedinasan Pegawai Negeri Sipil, baik sebagai profesional maupun sebagai aparatur negara.

Materi Nilai-nilai Perilaku Kedinasan antara lain :

1. Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya wajib berusaha meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan profesionalisme di bidang tugasnya.

2. Pegawai Negeri Sipil karena kedudukan atau jabatannya wajib menyimpan informasi resmi negara yang sifatnya rahasia.

3. Pegawai Negeri Sipil wajib mentaati dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya segala Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Kedinasan yang berlaku.

4. Pegawai Negeri Sipil wajib memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat.

5. Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya senantiasa mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Dalam rangka penegakan kode etik dibentuk komisi kehormatan Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai fungsi untuk menjabarkan lebih lanjut kode etik Pegawai Negeri Sipil, didalam implementasi penugasannya melakukan pemantauan dan pengendalian perilaku Pegawai Negeri Sipil yang melanggar kode etik serta merekomendasikan pada pejabat pembina kepegawaian dalam rangka pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan selanjutnya.

Untuk itu pada saat ini sedang disusun Rencana Peraturan Pemerintah tentang Penilaian Pegawai Berbasis Kinerja dengan tujuan untuk :

1. Memperoleh gambaran langsung tentang kinerja seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas pokoknya;

2. Mengidentifikasi faktor-faktor penghambat kinerja, baik yang berasal dari individu Pegawai Negeri Sipil maupun unit kerja lain atau instansinya, yang dapat digunakan sebagai input bagi perbaikan atau peningkatan kinerja Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sekaligus bagi penyerpurnaan aspek manajemen dan organisasi dari unit kerja atau instansi dimana Pegawai Negeri Sipil itu bekerja.

3. Memeberikan gambaran tentang kinerja unit kerja dan instansi dimana Pegawai Negeri Sipil tersebut bekerja, dan mencari jalan keluar untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja unit kerja dan instansinya.

Penilaian Pegawai Negeri Sipil berbasis kinerja dilaksanakan melalui Pendekatan hasil dan Pendekatan Kualitan. Kedua pendekatan ini dikombinasikan dalam salah satu pendekatan yang disebut dengan Pendekatan Pencapaian Tujuan/Target, artinya penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil, yang didasarkan pada target dan telah disepakati atau ditentukan terlebih dahulu.

Adapun standar penilaian kinerja yang digunakan meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

1. Aspek Kuantitas, menggambarkan kesepakatan tentang jumlah barang yang dihasilkan, atau jumlah pelayanan atau jasa yang diberikan dalam pelaksanaan suatu tugas pokok seorang Pegawai Negeri Sipil pada periode tertentu.

2. Aspek Kualitas, menggambarkan kesempatan tentang mutu barang yang dihasilkan, atau mutu pelayanan/jasa yang diberikan, dalam pelaksanaan suatu tugas pokok seorang Pegawai Negeri Sipil pada periode tertentu.

3. Aspek waktu, menggambarkan kesempatan tentang lamanya seoarang Pegawai Negeri Sipil menghasilkan jumlah barang dan pelayanan dengan kualitas yang telah disepakati, dalam pelaksanaan tugas pokoknya.

4. Aspek biaya, menggambarkan kesepakatan tentang besarnya anggaran yang digunakan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk menghasilkan jumlah barang dan memberikan pelayanan dengan kualitas yang telah ditentukan, dengan pelksanaan tugas pokoknya.

Published in: on March 8, 2009 at 3:48 pm  Comments (2)  
Tags: ,

The URI to TrackBack this entry is: https://72legalogic.wordpress.com/2009/03/08/telaah-terhadap-efektivitas-kinerja-pegawai-negeri-sipil-pns/trackback/

RSS feed for comments on this post.

2 CommentsLeave a comment

  1. sampai saat ini rasanya kinerja mekanisme belum banyak berubah, pekerjaan masih banyak didominasi struktural. Kurang efisiensinya PNS karena banyaknya pejabat struktural yang dibentuk, sekaligus melaksanakan tugas-tugas fungsional, menyimpang dari kaidah managemen. sehingga hasilnya tidak sesuai substansinya. Diperlukan peningkatan pendidikan etika profesi PNS agar hasil yang dicapai lebih mengena pada sasaran dan substansinya. Membangun sikap hormat pada profesi orang lain dan bukan sikap like dis like yang biasa dilakukan antara pekjabat struktural dan kedekatan bawahan, dan mengabaikan aspek fungsi.

  2. Pecat saja yang kaya gituan mah, gitu aja ko repot, kalo gak ada yang brani ,mecat, biar ana yang jadi pemecatnya, wong ana ini rakyat ko yang bayar mereka supaya kerja yang bener, ngabisin duit aja!


Leave a reply to Setia Purwadi Cancel reply